Dua Penolong di Hutan Nusantara (Edisi 2025-34)
Di hutan Nusantara, hiduplah seekor anak burung jalak. Pada suatu hari, ia terbang mencari makanan. Pandangan matanya yang tajam tertuju pada biji-bijian yang berserakan di dekat sebatang pohon tumbang.
Burung jalak cilik langsung mematuki biji-bijian dengan lahap. Eh, di bawah pohon, ada lebih banyak lagi, bisa aku bawa pulang, pikirnya senang. Ia lalu menyelipkan sayap kanannya untuk mengeluarkan biji-bijian yang ada di bawah pohon tumbang itu.
Namun, ia lalu memekik, “Aduh!” Ujung sayapnya ternyata lalu terjepit di batang pohon tumbang itu. Anak burung jalak itu mencoba menarik sayapnya berkali-kali, tetapi sayapnya itu malah semakin terjepit lebih erat. Ia mengerang kesakitan dan merintih. Suara tangisnya memilukan hati.
Seekor badak bercula satu yang kebetulan lewat dalam perjalanannya pulang mendengar isakannya. “Hai, Jalak, kenapa kamu menangis?”
“Sayapku terjepit di batang pohon tumbang ini.”
“Wah, kasihan kamu. Jangan menangis. Sini, aku bantu.”
Dengan memakai culanya, ia mengangkat batang pohon dengan sekuat tenaga. Namun, batang pohon itu hanya bisa terangkat sedikit.
“Sayapmu bisa ditarik?”
“Masih belum bisa,” kata Jalak.
Badak bercula satu itu mundur ke belakang dan terlihat berpikir. “Oh, iya. Aku lupa,” serunya sendiri. “Jalak, tunggu, ya.” Badak segera berlari.
Tidak lama kemudian, badak kembali ke tempat burung jalak yang terjebak bersama gajah.
“Ayo, kita angkat bersama.” Badak berseru kepada gajah. Ternyata badak teringat dengan temannya, si gajah sumatra.
“Satu, dua, tiga. Angkattt!” seru Gajah.
Dibantu belalai kuatnya, batang pohon bisa diangkat lebih tinggi. Jalak putih segera menarik sayapnya. Berhasil! Namun, malang sekali, beberapa helai bulunya rontok, kulitnya lecet, dan pangkal sayapnya terasa sangat nyeri.
“Kamu, tidak apa-apa?” tanya Badak.
“Sepertinya aku tidak bisa pulang. Sayapku tidak bisa dipakai terbang.” Jalak cilik terlihat sedih. “Pasti ibu nanti khawatir.”
“Jangan takut,” hibur gajah. “Kami berdua bisa mengantar kamu pulang.”
“Benar?” seru Jalak senang. “Terima kasih banyak, Gajah, Badak. Kalian sangat baik hati. Rumahku ada di lubang pohon dekat rawa.”
“Wah, aku tinggal di dekat rawa juga,” seru Badak. “Kita bertetangga ternyata. Ayo, kita pulang bersama.”
Gajah lalu mengangkat jalak cilik dengan belalainya dan mendudukkannya di atas punggung. “Kita, hewan di hutan Nusantara sudah selayaknya saling peduli dan menolong sesama yang membutuhkan,” Gajah Sumatra berkata riang.
“Iya, benar!” sahut Badak penuh semangat.
Di hutan Nusantara hari itu, badak dan gajah mengulurkan tangan persahabatan mereka.*